CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 22 Januari 2013

Aku, Dia, dan Hujan

Sedari tadi aku masih belum beranjak dari tepi trotoar ini. Orang-orang berlalu lalang dengan memegang payung di tangannya. Beberapa orang ada yang berani menembus hujan yang cukup lebat. Aku memilih menunngu hujan ini reda. Tak ada salahnya bukan sesekali orang harus mengalah pada tantangan. Buat apa bersusah-susah menembus hujan,toh suatu saat hujan pun kan berhenti.Yah,aku menganggap hujan adalah tantangan. Bukan khayalan yang biasa ditulis oleh penyair-penyair pemuja hujan. Hujan adalah tantangan untuk mengetahui seberapa jauh aku mampu melupakan pahit itu. Rasa pahit yang melekat dalam hatimu,melebihi rasa pahit biji kopi. Dan kebodohanku  telah menggoreskan rasa pahit itu di salah satu sudut hati.

“Kamu tahu?”tanyanya saat itu di kala hujan gerimis.
“Apa?” kataku.
“Kapanpun hujan turun aku akan selalu mengingatmu.”jawabnya sembari menatap kedalam mataku.
Aku memandangnya tak berkedip bangga dan bahagia.
“Mengapa?” tanyaku.
“Karena hujan seperti dirimu yang mampu meredam kesedihanku sama seperti hujan yang meredam kekeringan tanah.”.
Saat itu aku hanya mampu tersenyum bahagia dan mensyukuri bahwa dirinya adalah kekasihku. Laki-laki yang tampan,baik hati,dan dewasa. Apa lagi yang mesti kuharapkan darinya?.Sempurna.

Namun hujan tak selamanya hanya gerimis syahdu. Hujan terkadang disertai petir dan kilat yang menakutkan dan merobek pendengaranmu bahkan hatimu. Aku hendak menemuinya,kekasihku, saat itu.Kami berjanji bertemu di Café,tempat biasa kami bertemu. Hujan mengguyur kembali kota,melepas kerinduannya terhadap aspal jalanan. Aku mengayuh kakiku dengan perasaan ringan bak seorang gadis yang baru jatuh cinta,maklum aku sudah tak bertemu dengannya sekitar setahun. Satu blok lagi,aku akan sampai di Café. Sesekali aku melirik kanan-kiri . Drrrrtttt,handphoneku bergetar. “Tunggu aku disana,aku sedikit terlambat,ada yang ingin aku bicarakan,penting!” sms darinya. Tak sengaja mataku tertumbuk pada satu titik di sebuah Wedding Dress Shop. Aku memerhatikan ada seorang wanita yang sedang fitting baju pengantin. Cantik dan anggun. Lalu wanita itu kembali masuk ke ruang ganti. Aku memandang sekeliling toko ,dan perhatianku tertuju pada seorang pria yang duduk gelisah di pojok ruangan toko itu. Aku amat mengenal raut wajah itu. Dia kekasihku,apa yang dilakukannya di toko itu. Aku bergegas masuk ke toko tersebut dan menghampirinya.
“Hei,Ryan sedang apa disini?.” Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran.
Ryan tampaknya tidak memerhatikan saat aku masuk ke toko tersebut. Tampak dari raut mukanya yang sangat kaget. Dia terdiam beberapa saat. Aku semakin bingung dibuatnya. Wajah Ryan pucat pasi dan membisu. Aku ingin tetawa melihatnya. Ryan jarang berekspresi seperti itu.
Tiba-tiba penjaga toko membuka ruang ganti,dan didalamnya tampak wanita tadi yang telah berganti dengan pakaian pengantin lain yang lebih indah. “Sayang,bagaimana dengan baju yang ini?” wanita itu berbicara tanpa melepaskan pandangan ke bagian bawah pakaian tersebut. Aku yang tak paham siapa yang dipanggil sayang,mengerenyitkan dahi. Karena yang ditanya tak kunjung menjawab,si wanita bertanya dua kali. “Ryan sayang,bagaimana dengan baju yang ini?”sambil menatap kekasihku. Wait,! Dia bilang Ryan SAYANG,.WHAT??!!!. Ryan bangkit dari duduknya. “Rin,dengar penjelasanku dulu!”  Ia memegang pergelangan tanganku. Aku yang mulai mengerti keadaannya hanya mampu mematung dan membisu. Tak satu pun kata keluar dari mulutku,setetes air mata jatuh. Aku memandang Ryan dengan raut kecewa dan tak berdaya. Aku memegangi dadaku,sesak,serasa ribuan jarum menusuk tiap inchinya. Pahit hatiku. Jadi wanita ini adalah... aku tak sanggup mengucapkannya. Wanita dengan gaun pengantin nampak tak mengerti. Kesadaranku kembali “Lepaskan!!” lirihku. 
Ryan nampak tak berdaya. Ada secercah rasa sakit di matanya. Masa bodoh dengan perasaannya. Tanpa membiarkan ia berkata,Aku berlari keluar menembus hujan yang masih deras. Kekasihmu berkhianat kata-kata itu terus memenuhi ruang otakku. Aku terus berlari tak peduli dengan rasa pedih di mataku akibat tusukan air hujan.  Pedih di hatiku lebih sakit.  “Brakkkkk” suara mobil di belakangku,disertai decit remnya. Aku enggan berbalik ke belakang. Aku terus berlari mencoba menjauh dari Ryan,dari kenyataan pahit ini. Aku tak ingin bertemu lagi dengannya. Tak ada ruang untuk apapun yang akan dikatakannya. Saat itu aku tak tahu,bahwa Tuhan memang mengabulkan doaku. Aku tak pernah bertemu Ryan lagi selamanya.


Dan disini aku kembali dalam hujan,mencoba menaklukannya. Berharap tetesan hujan membawa penyesalan diriku. Aku yang tak pernah mendengarkan penjelasan Ryan. Aku yang egois. Tepat di hari terakhir kami bertemu,Ryan berniat memutuskan pertunangan dengan gadis pilihan orang tuanya demi diriku. Ia mencintaiku seorang,hanya diriku tak ada yang lain. 

Well,.. ini hanya coba-coba,.. mohon maaf bila banyak kesalahan.^_^,. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar